HIKMAH-HIKMAH YANG DI WARISKAN LONTARA
By;Bahtiar
Lontara sebagai warisan leluhur orang-orang bugis-Makassar jika di kaji secara mendalam guna memahami apa yang tersurat dan apa yang tersirat dalam buku atau catatan- catatan lontara itu, maka yang kita akan temukan pertama-tama ialah rasa kagum terhadap mutu falsafah atau pandangan –pandangan hidup leluhur orang-orang bugis-Makassar itu pada zaman jayanya Bugis-Makassar.
Di daerah luwu pada zaman dulu bermunculanlah orang-orang yang pandai,ilmiawan,budayawan yang bergelar: To wacca (orang pintar). Sejalan dengan itu berpegang pula pada prinsip:
(tiga hal yang kita jadikan prinsip / pendirian, dalam hidup ini)
Tiada bangsa yang maju tanpa ilmu pengetahuan. Demikian tinggi nilai-nilai budaya yang tercantum dalam lontara, yang menurut hemat
Tiada bangsa yang maju tanpa ilmu pengetahuan. Demikian tinggi nilai-nilai budaya yang tercantum dalam lontara, yang menurut hemat
saya perlu di baca oleh generasi muda Indonesia.
Guna lebih menghayati betapa luhur pesan-pesan yang tertuang pada lontara itu, kita
tertuang dalam Lontara Bugis sebagai berikut:
: (Apakah yang paling kuat. Adakah yang mengalahkan senjata ?)
Kajao
: (Terlalu lemah apa yang dikaatakan itun Arumpone)
Kajao
: (Tidak ada yang menghalahkan persatuan yang kokoh).
Pada kepingan-kepingan Lontara tersebut di atas sudahlah jelas tergambar bahwa
orang-orang Bugis-Makassar itu mengutamakan sifat-sifat:
Harga diri dan kesetis kawanan (loyalitas), yang di nilai sebagai unsur Sirik dan Pacce.
Kalau ke-serakaran di jadikan modal, kesulitan akibatnya. Dan kalau
Harga diri dan kesetis kawanan (loyalitas), yang di nilai sebagai unsur Sirik dan Pacce.
Kalau ke-serakaran di jadikan modal, kesulitan akibatnya. Dan kalau
sikap kewajaran (kepantasan) di jadikan modal, kecemerlanagan di iringi kebaikan dan di
Dengan menghayati aspek-aspek yang tersirat atau tersimpul pada bait-bait Lontara tersebut di atas yakni yang di nilai dengan kalimat : “Eppa’i solangi wanuaE ( empat hal yang merusak kampung atau daerah ataupun Negara) ialah Ngowae napadde’i siri’E (keserakahan, menghilangkan rasa malu) dan seterusnya akan lebih memperjelas bagi kita bahwasanya bagi orang-orang Bugis-Makassar masalah Sirik dan Pacce adalah masalah prinsip.
Sementara To accaE (cerdik pandai) di Luwu, menilai sirik itu terbagi atas dua faktor pokok: (1). Apabila ia telah duduk di bagian atas (Tribune) tempat yang menurut penilaiannya sesuai dengan funsinya dalam masyarakat, tiba-tiba ia di minta berdiri dari tempat tersebut untuk pindah ke tempat yang lain... (2). Apabila telah di bri hidangan perjamuan sedang jamuan ( hidangan makanan) tersebut belum di makan, lalu di angkat ( di pindahkan) untuk menjamu orang lain.
Dan oleh karenanya orang-orang Bugis-Luwu, menilainya sebagai sirik yang esensil-prinsipil. Faktor harga diri yng esensil bagi setiap insane yang berbudaya di manapun di dunia
pemuda bangsawan Soppeng: saya akan diangkat jadi Raja di Soppeng,bagaimana
Dikisahkan,bahwa ketika beberapa hari sebelum Andi Jemma (gelar:datu Luwa,raja yang berkuasa di Luwu terakhir)wafat,ia meminta agar dibawah ke Tator,Masamba dan Wotu untuk meminta maaaf kepada rakyat yang dipimpin.
b. Yang akan selamat hanya mereka yang mampu berjalan di atas titian-titian
kebenaran (peraturan-peraturan hukum yang berlaku).
Yang pertama ialah bentuk kuno (het oude Makassarsche letterschrift),yang kedua ialah aksara angka,sedang yang ketiga ialah bentuk akasara lontarak Bugis-Makassar yang diciptakan oleh Daeng Pamatte Syahbandar kerajaan Gowa dalam abad XVI.
Check out my on suku bugis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar