Senin, 06 Desember 2010

Bahasa Bugis

HIKMAH-HIKMAH YANG DI WARISKAN LONTARA
Lontara sebagai warisan leluhur orang-orang bugis-Makassar jika di kaji secara mendalam guna memahami apa yang tersurat dan apa yang tersirat dalam buku atau catatan- catatan lontara itu, maka yang kita akan temukan pertama-tama ialah rasa kagum terhadap mutu falsafah atau pandangan –pandangan hidup leluhur orang-orang bugis-Makassar itu pada zaman jayanya Bugis-Makassar.
Di daerah luwu pada zaman dulu bermunculanlah orang-orang yang pandai,ilmiawan,budayawan yang bergelar: To wacca (orang pintar). Sejalan dengan itu berpegang pula pada prinsip:
(tiga hal yang kita jadikan prinsip / pendirian, dalam hidup ini)
Tiada bangsa yang maju tanpa ilmu pengetahuan. Demikian tinggi nilai-nilai budaya yang tercantum dalam lontara, yang menurut hemat
saya perlu di baca oleh generasi muda Indonesia.
Guna lebih menghayati betapa luhur pesan-pesan yang tertuang pada lontara itu, kita
tertuang dalam Lontara Bugis sebagai berikut:
: (Apakah yang paling kuat. Adakah yang mengalahkan senjata ?)
Kajao
: (Terlalu lemah apa yang dikaatakan itun Arumpone)
Kajao
: (Tidak ada yang menghalahkan persatuan yang kokoh).
Pada kepingan-kepingan Lontara tersebut di atas sudahlah jelas tergambar bahwa
orang-orang Bugis-Makassar itu mengutamakan sifat-sifat:
Harga diri dan kesetis kawanan (loyalitas), yang di nilai sebagai unsur Sirik dan Pacce.
Kalau ke-serakaran di jadikan modal, kesulitan akibatnya. Dan kalau
sikap kewajaran (kepantasan) di jadikan modal, kecemerlanagan di iringi kebaikan dan di
Dengan menghayati aspek-aspek yang tersirat atau tersimpul pada bait-bait Lontara tersebut di atas yakni yang di nilai dengan kalimat : “Eppa’i solangi wanuaE ( empat hal yang merusak kampung atau daerah ataupun Negara) ialah Ngowae napadde’i siri’E (keserakahan, menghilangkan rasa malu) dan seterusnya akan lebih memperjelas bagi kita bahwasanya bagi orang-orang Bugis-Makassar masalah Sirik dan Pacce adalah masalah prinsip.
Sementara To accaE (cerdik pandai) di Luwu, menilai sirik itu terbagi atas dua faktor pokok: (1). Apabila ia telah duduk di bagian atas (Tribune) tempat yang menurut penilaiannya sesuai dengan funsinya dalam masyarakat, tiba-tiba ia di minta berdiri dari tempat tersebut untuk pindah ke tempat yang lain... (2). Apabila telah di bri hidangan perjamuan sedang jamuan ( hidangan makanan) tersebut belum di makan, lalu di angkat ( di pindahkan) untuk menjamu orang lain.
Dan oleh karenanya orang-orang Bugis-Luwu, menilainya sebagai sirik yang esensil-prinsipil. Faktor harga diri yng esensil bagi setiap insane yang berbudaya di manapun di dunia
pemuda bangsawan Soppeng: saya akan diangkat jadi Raja di Soppeng,bagaimana
Dikisahkan,bahwa ketika beberapa hari sebelum Andi Jemma (gelar:datu Luwa,raja yang berkuasa di Luwu terakhir)wafat,ia meminta agar dibawah ke Tator,Masamba dan Wotu untuk meminta maaaf kepada rakyat yang dipimpin.
a.Jangan terlalu berpegang pada adat-istiadat yang telah telah using (tak sesuai
b. Yang akan selamat hanya mereka yang mampu berjalan di atas titian-titian
kebenaran (peraturan-peraturan hukum yang berlaku).
Yang pertama ialah bentuk kuno (het oude Makassarsche letterschrift),yang kedua ialah aksara angka,sedang yang ketiga ialah bentuk akasara lontarak Bugis-Makassar yang diciptakan oleh Daeng Pamatte Syahbandar kerajaan Gowa dalam abad XVI.

Check out my on suku bugis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar